Jumat, 13 Juni 2025

Apa yang Terjadi Saat Monev SPMB di SMKN 7 Bekasi ?

Pagi itu mentari belum terlalu tinggi saat saya tiba di gerbang sebuah sekolah kejuruan di Kota Bekasi. Di hari kedua tugas monitoring dan evaluasi SPMB, saya bersiap menyimak bagaimana dinamika pendaftaran di SMKN 7 Kota Bekasi.

monev SPMB SMKN 7 Bekasi

“Mohon izin Pak, saya Yuyus dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Saya datang untuk monitoring SPMB,” sapa saya kepada satpam yang berjaga.

“Oh, baik Pak. Silakan masuk. Parkirnya di samping mobil merah saja ya,” jawab beliau sambil sigap membukakan gerbang. Saya menuruti arahannya, memastikan kendaraan tidak mengganggu atau parkir di tempat yang salah. Hal kecil, tapi penting dalam menghargai ruang milik orang lain.

Tak lama, saya langsung dipertemukan dengan koordinator operator SPMB dan diajak ke dalam ruang pelayanan. Di dalam, saya melihat beberapa siswa berseragam SMP duduk tenang.

“Ini siswa SMP sedang apa? Bukankah pendaftaran bisa dilakukan online?” tanya saya heran.

“Mereka dari DKI, Pak. Karena tidak terdata di Dapodik Jabar, jadi kami bantu buatkan akun supaya bisa daftar,” jawab operator.

Saya mengangguk. Masalah serupa juga saya temukan di SMAN 6 dan SMAN 11 Kota Bekasi. Perbatasan wilayah memang sering menimbulkan dinamika unik dalam sistem terpusat.

“Selama pelaksanaan, ada kendala berarti?” saya bertanya lebih lanjut.

“Di hari pertama sempat gangguan aplikasi. Server tidak bisa diakses, jadi kita delay verifikasi data. Sisanya bisa diatasi, cuma ya... kami jadi begadang, Pak,” jawab beliau, sambil tersenyum lelah namun tetap hangat.

Saya mulai melihat betapa semangat itu nyata, bahkan ketika sistem tidak selalu berpihak. Dari 300 pendaftar, 200-an sudah diverifikasi secara manual dan penuh ketelitian. Panitia rela mengorbankan waktu tidur demi kelancaran hak peserta didik.

“Kompetensi keahlian di sini ada apa saja, Pak?” tanya saya, mencoba mengenal lebih dalam.

“Ada empat, Pak: Akuntansi, Teknik Audio Video, Teknik Otomasi Industri, dan Teknik Kendaraan Ringan,” jawabnya. Saya membayangkan potensi besar yang bisa lahir dari sekolah ini.

Selanjutnya, saya diajak berkeliling menyusuri ruang-ruang SPMB. Ruang layanan, ruang tunggu, hingga PPID—semuanya ditata rapi. Saya menyapa petugas yang berjaga di bagian informasi.

“Assalamualaikum, Pak...” sapaku.

“Waalaikumsalam, silakan, Pak,” jawabnya ramah.

“Pernah ada masalah, Pak, selama bertugas?”

“Alhamdulillah lancar. Tapi ya ada saja satu-dua masyarakat bingung aturan. Misalnya, ada yang ingin domisili ikut orang tua padahal di KK tercantum tinggal dengan kakek. Kami jelaskan sesuai juknis, bahwa sekolah hanya pelaksana teknis.”

Saya mengangguk, dan dalam hati mengapresiasi kesabaran mereka dalam menjelaskan regulasi yang kadang sulit diterima masyarakat.

Lalu kami berjalan ke area luar gedung. Di sana, panitia menyediakan stan kompetensi keahlian. Beberapa siswa mendemokan karya. Ada maket, alat otomasi parkir, hingga trainer berbasis Arduino. Luar biasa!

“Ini untuk mengenalkan langsung ke pendaftar, Pak. Biar mereka bisa pilih jurusan sesuai passion,” jelas salah satu guru dengan semangat.

Dan di situlah saya belajar satu hal: Pelayanan terbaik bukan sekadar ramah atau cepat. Tapi ketika sekolah hadir sebagai rumah informasi dan inspirasi—tempat siswa tidak hanya mendaftar, tapi mulai bermimpi.

Menjelang siang, saya berpamitan kepada para panitia. Karena masih ada satu SMK lagi yang harus dikunjungi.

“Selamat bertugas ya, teman-teman SMKN 7 Kota Bekasi. Sehat selalu dan semangat mengabdi!” ucap saya tulus. Mereka membalas dengan senyum. Bukan sekadar karena tugas selesai, tapi karena mereka yakin telah membantu satu langkah awal untuk masa depan anak-anak bangsa.

Semoga bermanfaat.
Salam Inovasi, Salam implementasi.
~☺~
wisnurat

Posting Komentar