Senin, 02 Juni 2025

Ketika Keinginan Pribadi Bertemu Regulasi: Kisah Guru PPPK yang Ingin Mengundurkan Diri

Siang sekitar pukul 13:00 WIB, seorang bapak paruh baya datang ke ruangan saya dengan wajah penuh kekhawatiran. "Saya ingin konsultasi tentang keponakan saya, Rod****, guru PPPK di SMK Karawang. Dia ingin mengundurkan diri, tapi selalu ditolak oleh Cabang Dinas," katanya sambil meletakkan dokumen di atas meja tamu.

Saya mengangguk, mencoba memahami situasi yang dihadapinya. Dalam hati, saya tahu ini bukan kasus sederhana, ini tentang benturan antara keinginan pribadi dan aturan yang mengikat sebagai ASN PPPK.

Analisis dan Solusi

Saya membuka dokumen Rod****. SK pengangkatannya tertulis tahun 2021, artinya ia baru bekerja sekitar 4 tahun. Menurut Surat Perjanjian Kerja (SPK), PPPK bisa mengundurkan diri setelah menyelesaikan minimal 90% masa tugas. Rod**** jelas belum memenuhi syarat itu.

"Sesuai aturan, Cabang Dinas sudah benar menolak usulan resign-nya," jelas saya.

Tapi sang paman tak mau menyerah. "Tolong carikan solusi, Pak! Ini untuk alasan keluarga. Harus ada kebijakan khusus!"

Saya menarik napas dalam. Di sini, saya dihadapkan pada dilema, antara empati pada masalah pribadi dan ketaatan pada regulasi.

Akhirnya, saya jelaskan dua opsi:

  1. Menunggu hingga masa kerja mencapai 90% (sesuai SPK).
  2. Usulan pemberhentian melalui jalur disiplin (jika Rod**** melanggar, seperti tidak masuk kerja 30-90 hari).

Wajah sang paman berubah. "Jadi selama ini kami salah paham? Semua sudah diatur dalam PP 49/2018?"

Pelajaran Hidup (Moral Message)

Kejadian ini membelajarkan tiga hal penting untuk diri saya:

  1. ASN adalah Abdi Negara, Bukan Karyawan Biasa. Menjadi PPPK berarti siap terikat aturan, termasuk soal pengunduran diri. Seragam ASN bukan sekadar pekerjaan, tapi janji pengabdian.
  2. Regulasi Ada untuk Melindungi Semua Pihak. Aturan 90% masa kerja mencegah penyalahgunaan sistem. Jika semua bisa resign sesuka hati, distribusi guru akan kacau.
  3. Komunikasi Adalah Kunci. Banyak konflik muncul karena kurang pemahaman. Sebelum mengeluh, pelajari dulu kontrak dan peraturan yang berlaku.

Yuk, lakukan ini

Untuk ASN PPPK. Pelajari SPK dan PP 49/2018 sebelum mengambil keputusan besar. Jika ragu, konsultasikan ke dinas!

Untuk Keluarga ASN. Dukunglah mereka memahami tanggung jawab sebagai abdi negara, bukan hanya sebagai pekerja.

Untuk Pemerintah. Sosialisasikan aturan PPPK lebih masif, terutama di daerah!

"Dari kasus Rod****, saya belajar: Regulasi bukan penghalang, tapi panduan. Keinginan pribadi boleh ada, tapi pengabdian harus diutamakan. Dan sebagai ASN, keputusan terbaik selalu berpedoman pada aturan, bukan asumsi."

"Pernahkah Anda menghadapi situasi serupa?"
"Bagaimana cara Anda menyeimbangkan keinginan pribadi dan kewajiban sebagai ASN?"

Tulis di kolom komentar yaa

Semoga bermanfaat.
Salam Inovasi, Salam implementasi.
~☺~
wisnurat

Posting Komentar